SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU EKONOMI
Ekonomi adalah ilmu
yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan
kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidak-seimbangan antara
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani, ο?κος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,”
dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau
“manajemen rumah tangga.” Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi
atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam
bekerja.
Secara umum, subyek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, yang paling terkenal adalah mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa dibagi menjadi positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox,
dan lainnya. Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam
manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi juga dapat
digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya
penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan, keluarga
dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi –
seperti yang telah disebutkan di atas – adalah ilmu yang mempelajari
pilihan manusia.
Ada sebuah peningkatan trend untuk
mengaplikasikan ide dan metode ekonomi dalam konteks yang lebih luas.
Fokus analisa ekonomi adalah “pembuatan keputusan” dalam berbagai bidang
dimana orang dihadapkan pada pilihan-pilihan, misalnya bidang pendidikan, pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, dan agama.
Gary Becker dari University of Chicago adalah seorang perintis trend
ini. Dalam artikel-artikelnya, ia menerangkan bahwa, ekonomi seharusnya
tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya, tetapi sebaiknya
ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia.
Pendapatnya ini terkadang digambarkan sebagai ekonomi imperialis oleh beberapa kritikus.
Banyak ahli ekonomi mainstream
merasa bahwa kombinasi antara teori dengan data yang ada sudah cukup
untuk membuat kita mengerti fenomena yang ada di dunia. Ilmu ekonomi
akan mengalami perubahan besar dalam ide, konsep, dan metodenya;
walaupun menurut pendapat kritikus, kadang-kadang perubahan tersebut
malah merusak konsep yang benar, sehingga tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Hal ini menimbulkan pertanyaan “apa yang seharusnya dilakukan
oleh para ahli ekonomi ?”.
“The traditional Chicago School,
with its emphasis on economics being an empirical science aimed at
explaining real-world phenomena, has insisted on the powerfulness of
price theory as the tool of analysis. On the other hand, some economic
theorists have formed the view that a consistent economic theory may be
useful even if at present no real world economy bears out its
prediction.”
Sejarah perkembangan ilmu ekonomi
Adam Smith sering disebut sebagai yang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada abad 18 sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya Wealth of Nations, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan negara-negara di Eropa. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments. Perkembangan sejarah pemikiran ekonomi kemudian berlanjut dengan menghasilkan tokoh-tokoh seperti Alfred Marshall, J.M. Keynes, Karl Marx, hingga peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2006, Edmund Phelps.
Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali oleh apa yang disebut sebagai aliran klasik. Aliran yang terutama dipelopori oleh Adam Smith ini menekankan adanya invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh karenanya peran pemerintah menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses ini. Konsep invisble hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya.
Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-an yang menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham. Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan teori dalam bukunya General Theory of Employment, Interest, and Money
yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu menciptakan
keseimbangan, oleh karenanya, intervensi pemerintah harus dilakukan agar
distribusi sumber daya mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian
saling “bertarung” dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak varian dari keduanya, seperti : new classical, neo klasik, new keynesian, monetarist, dan lain sebagainya.
Namun perkembangan dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan kelas dari Karl Marx dan Friedrich Engels, serta aliran institusional yang pertama dikembangkan oleh Thorstein Veblen, dkk., dan kemudian oleh peraih nobel Douglass C. North.
Metodologi
Sering disebut sebagai The queen of social sciences, ilmu ekonomi telah mengembangkan serangkaian metode kuantitatif untuk menganalisis fenomena ekonomi. Jan Tinbergen pada masa setelah Perang Dunia II merupakan salah satu pelopor utama ilmu ekonometri, yang mengkombinasikan matematika, statistik, dan teori ekonomi. Kubu lain dari metode kuantitatif dalam ilmu ekonomi adalah model General equilibrium
(keseimbangan umum), yang menggunakan konsep aliran uang dalam
masyarakat, dari satu agen ekonomi ke agen yang lain. Dua metode
kuantitatif ini kemudian berkembang pesat hingga hampir semua makalah
ekonomi sekarang menggunakan salah satu dari keduanya dalam analisisnya.
Di lain pihak, metode kualitatif juga sama berkembangnya terutama
didorong oleh keterbatasan metode kuantitatif dalam menjelaskan perilaku
agen yang berubah-ubah.
Sejarah teori ekonomi
Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai era sekarang.
Aristoteles
adalah yang pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan
membedakan antara yang bersifat “natural” atau “unnatural”. Transaksi
natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang
terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi
un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak
terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan un-natural tak berbatas karena
dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju
akhir yang lain, yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dari transaksi ini
disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang
dia ejek sebagai “unnatural” dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya ini
kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad Pertengahan.
Aristotle juga membela kepemilikan
pribadi yang menurutnya akan dapat memberi peluang seseorang untuk
melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama yang merupakan
bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala Aristotles.
Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering mendapat julukan sebagai Indian Machiavelli. Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila University dari India kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang dipimpin oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra (Ilmu mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari Machiavelli’s The Prince.
Banyak masalah yang dibahas dalam
karya itu masih relevan sampai sekarang, termasuk diskusi tentang
bagaiamana konsep manajemen yang efisien dan solid, dan juga masalah
etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu kesejahteraan
seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif yang
dapat mengikat kebersamaan masyarakat.
Tokoh pemikir Islam juga memberikan sumbangsih pada pemahaman di bidang ekonomi. Ibnu Khaldun dari Tunis (1332-1406) menulis masalah teori ekonomi dan politik dalam karyanya Prolegomena,
menunjukkan bagaimana kepadatan populasi adalah terkait dengan
pembagian tenaga kerja yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang
sebaliknya mengakibatkan pada penambahan populasi dalam sebuah
lingkaran. Dia juga memperkenalkan konsep yang biasa disebut dengan Khaldun-Laffer Curve (keterkaitan antara tingkat pajak dan pendapatan pajak dalam kurva berbentuk huruf U).
Perintis pemikiran barat di bidang ekonomi terkait dengan debat scholastic theological
selama Middle Ages. Masalah yang penting adalah tentang penentuan harga
barang. Penganut Katolik dan Protestan terlibat dalam perdebatan
tentang apa itu yang disebut “harga yang adil” di dalam ekonomi pasar.
Kaum skolastik Spanyol di abad 16 mengatakan bahwa harga yang adil tak
lain adalah harga pasar umum dan mereka umumnya mendukung filsafat laissez faire.
Selanjutnya pada era Reformation pada
16th century, ide tentang perdagangan bebas muncul yang kemudian
diadopsi secara hukum oleh Hugo de Groot atau Grotius. Kebijakan ekonomi di Europe selama akhir Middle Ages dan awal Renaissance
adalah memberlakukan aktivitas ekonomi sebagai barang yang ditarik
pajak untuk para bangsawan dan gereja.. Pertukaran ekonomi diatur dengan
hukum feudal seperti hak untuk mengumpulkan pajak
jalan begitu juga pengaturan asosiasi pekerja (guild) dan pengaturan
religious dalam masalah penyewaan. Kebijakan ekonomi seperti itu
didesain untuk mendorong perdagangan pada wilayah tertentu.
Karena pentingnya kedudukan sosial,
aturan-aturan terkait kemewahan dijalankan, pengaturan pakaian dan
perumahan meliputi gaya yang diperbolehkan, material yang digunakan dan
frekuensi pembelian bagi masing-masing kelas yang berbeda.
Niccolò Machiavelli dalam karyanya The Prince
adalah penulis pertama yang menyusun teori kebijakan ekonomi dalam
bentuk nasehat. Dia melakukannya dengan menyatakan bahwa para bangsawan
dan republik harus membatasi pengeluarannya, dan mencegah penjarahan
oleh kaum yang punya maupun oleh kaum kebanyakan. Dengan cara itu, maka
negara akan dilihat sebagai “murah hati” karena tidak menjadi beban
berat bagi warganya. Selama masa Early Modern period, mercantilists
hampir dapat merumuskan suatu teori ekonomi tersendiri. Perbedaan ini
tercermin dari munculnya negara bangsa di kawasan Eropa Barat yang
menekankan pada balance of payments. Tahap ini
kerapkali disebut sebagai tahap paling awal dari perkembangan modern
capitalism yang berlangsung pada periode antara abad 16th dan 18th,
kerap disebut sebagai merchant capitalism dan mercantilism.
Babakan ini terkait dengan geographic discoveries oleh merchant
overseas traders, terutama dari England dan Low Countries; European
colonization of the Americas; dan pertumbuhan yang cepat dari
perdagangan luar negeri. Hal ini memunculkan kelas bourgeoisie dan
menenggelamkan feudal system yang ada sebelumnya.
Mercantilism adalah sebuah sistem perdagangan untuk profit, meskipun produksi masih dikerjakan dengan non-capitalist production methods. Karl Polanyi berpendapat bahwa capitalism belum muncul sampai berdirinya free trade di Britain pada 1830s.Di
bawah mercantilism, European merchants, diperkuat oleh sistem kontrol
dari negara yang memberiikan subsidi dan memonopoli banyak sumberdaya
yang akan menghasilkan banyak keuntungan dari jual-beli bermacam barang.
Dibawah mercantilisme, Guilds menjadi dasar pengatur utama dari sistem
ekonomi negara. Dalam kalimat Francis Bacon, tujuan dari mercantilisme adalah :
“the opening and well-balancing of
trade; the cherishing of manufacturers; the banishing of idleness; the
repressing of waste and excess by sumptuary laws; the improvement and
husbanding of the soil; the regulation of prices…”
Diantara berbagai mercantilist theory salah satunya adalah bullionism,
doktrin yang menekankan pada pentingnya akumulasi precious metals.
Mercantilists berpendapat bahwa negara seharusnya mengekspor barang
lebih banyak dibandingkan jumlah yang diimport sehingga luar negeri akan
membayar selisihnya dalam bentuk precious metals. Mercantilists juga
berpendapat bahwa bahan mentah yang tidak dapat ditambang dari dalam
negeri, maka harus diimport dan mempromosikan subsidi, seperti
penjaminan monopoli protective tariffs, untuk meningkatkan produksi
dalam negeri dari manufactured goods.
Para perintis mercantilism menekankan
pentingnya kekuatan negara dan penaklukan luar negeri sebagai kebijakan
utama dari economic policy. Jika sebuah negara tidak mempunyai supply
dari bahan mentahnnya, maka mereka harus mendapatkan koloni dari mana
mereka dapat mengambil bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni berperan
bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tapi juga sebagai pasar bagi
barang jadi. Agar tidak terjadi suatu kompetisi, maka koloni harus
dicegah untuk melaksanakan produksi dan berdagang dengan pihak asing
lainnya.
Selama the Enlightenment,
physiocrats Perancis adalah yang pertama kali memahami ekonomi berdiri
sendiri. Salah satu tokoh yang terpenting adalah Francois Quesnay. Diagram ciptaannya yang terkenal adalah tableau economique,
oleh kawan-kawannya dianggap sebagai salah satu temuan ekonomi terbesar
setelah tulisan dan uang. Diagram zig-zag ini dipuji sebagai rintisan
awal bagi pengembangan banyak tabel dalam ekonomi modern, ekonometrik,
multiplier Keynes, analisis input-output, diagram aliran sirkular dan model keseimbangan umum Walras.
Tokoh lain dalam periode ini adalah Richard Cantillon, Jaques Turgot, dan Etienne Bonnot de Condillac.
Richard Cantillon (1680-1734) oleh beberapa sejarawan ekonomi dianggap sebagai bapak ekonomi yang sebenarnya. Bukunya “Essay on the Naturof Commerce ini General”
(1755, terbit setelah dia wafat) menekankan pada mekanisme otomatis
dalam pasar yakni penawaran dan permintaan, peran vital dari
kewirausahaan, dan analisis inflasi moneter “pra-Austrian” yang canggih
yakni tentang bagaimana inflasi bukan hanya menaikkan harga tetapi juga
mengubah pola pengeluaran.
Jaques Turgot
(1727-81) adalah pendukung laissez faire, pernah menjadi menteri
keuangan dalam pemerintahan Louis XVI dan membubarkan serikat kerja
(guild), menghapus semua larangan perdagangan gandum dan mempertahankan
anggaran berimbang. Dia terkenal dekat dengan raja meskipun akhirnya
dipecat pada tahun 1776. Karyanya “Reflection on the Formation and Distribution of Wealth”
menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang perekonomian. Sebagai
seorang physiocrats, Turgot membela pertanian sebagai sektor paling
produktif dalam ekonomi. Karyanya yang terang ini memberikan pemahaman
yang baik tentang preferensi waktu, kapital dan suku bunga, dan peran
enterpreneur-kapitalis dalam ekonomi kompetetitif.
Etienne Bonnot de Condillac (1714-80)
adalah orang yang membela Turgot di saat-saat sulit tahun 1775 ketika
dia menghadapi kerusuhan pangan saat menjabat sebagai menteri keuangan.
Codillac juga merupakan seorang pendukung perdagangan bebas. Karyanya “Commerce and Government”
(terbit sebulan sebelum The Wealth of Nation, 1776) mencakup gagasan
ekonomi yang sangat maju. Dia mengakui manufaktur sebagai sektor
produktif, perdagangan sebagai representasi nilai yang tak seimbang
dimana kedua belah pihak bisa mendapat keuntungan, dan mengakui bahwa
harga ditentukan oleh nilai guna, bukan nilai kerja.
Tokoh lainnya, Anders Chydenius (1729-1803) menulis buku “The National Gain”
pada 1765 yang menerangkan ide tentang kemerdekaan dalam perdagangan
dan industri dan menyelidiki hubungan antara ekonomi dan masyarakat dan
meletakkan dasar liberalism, sebelas tahun sebelum Adam Smith menulis
hal yang sama namun lebih komprehensif dalamThe Wealth of Nations.
Menurut Chydenius, democracy, kesetaraan dan penghormatan pada hak asasi
manusia adalah jalan satu-satunya untuk kemajuan dan kebahagiaan bagi
seluruh anggota masyarakat.
Mercantilism mulai menurun di Great
Britain pada pertengahan 18th, ketika sekelompok economic theorists,
dipimpin oleh Adam Smith, menantang dasar-dasar mercantilist doctrines
yang berkeyakinan bahwa jumlah keseluruhan dari kekayaan dunia ini
adalah tetap sehingga suatu negara hanya dapat meningkatkan kekayaannya
dari pengeluaran negara lainnya.
Meskipun begitu, di negara-negara yang
baru berkembang seperti Prussia dan Russia, dengan pertumbuhan
manufacturing yang masih baru, mercantilism masih berlanjut sebagai
paham utama meskipun negara-negara lain sudah beralih ke paham yang
lebih baru.
Pemikiran ekonomi modern biasanya
dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith’s The Wealth of Nations,
pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga memberikan
kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith adalah
kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan
kemungkinan terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu
akan mendorong setiap orang untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan
modalnya sehingga akan menghasilkan nilai lebih dengan tenaga kerja
yang tetap. Smith’s thesis berkeyakinan bahwa sebuah sistem besar akan
mengatur dirinya sendiri dengan menjalankan aktivitas masing-masing
bagiannya sendiri-sendiri tanpa harus mendapatkan arahan tertentu. Hal
ini yang biasa disebut sebagai “invisible hand” dan masih menjadi pusat
gagasan dari ekonomi pasar dan capitalism itu sendiri.
Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor utama John Stuart Mill and David Ricardo.
John Stuart Mill, pada awal hingga pertengahan abad 19th, berfokus pada
“wealth” yang didefinisikannya secara khusus dalam kaitannya dengan
nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut dengan price.
Pertengahan abad 18th menunjukkan
peningkatan pada industrial capitalism yang memberi kemungkinan bagi
akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan dan investasi pada
mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat oleh Marx
mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the
factory system of manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor dan routinization of work tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi global dari capitalist mode of production.
Hasil dari proses tersebut adalah
Industrial Revolution, dimana industrialist menggantikan posisi penting
dari merchant dalam capitalist system dan mengakibatkan penurunan
traditional handicraft skills dari artisans, guilds, dan journeymen.
Juga selama masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan antara
British landowning gentry dan peasants, meningkatkan produksi dari cash
crops untuk pasar lebih dari pada yang digunakan untuk feudal manor.
Surplus ini dihasilkan dengan peningkatan commercial agriculture
sehingga mendorong peningkatan mechanization of agriculture.
Peningakatan industrial capitalism
juga terkait dengan penurunan mercantilism. Pertengahan hingga akhir
abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh klasik dari
laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh
mercantilism di Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan
Navigation Acts. Sejalan dengan ajaran classical political economists,
dipimpin oleh Adam Smith dan David Ricardo, Britain memunculkan
liberalism, mendorong kompetisi dan perkembangan market economy.
Pada abad 19th, Karl Marx
menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi sosial dari
sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialism dan
egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika
yang diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak dianut oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar selama abad 19th dan 20th. Ekonomi Marxist berlandaskan pada labor theory of value
yang dasarnya ditanamkan oleh classical economists (termasuk Adam
Smith) dan kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran Marxist
beranggapan bahwa capitalism adalah berlandaskan pada exploitation kelas
pekerja : pendapatan yang diterima mereka selalu lebih rendah dari
nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan selisih itu diambil oleh
capitalist dalam bentuk profit.
Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di tangan financiers. Masa ini biasa disebut sebagai masa “finance capitalism”
yang dicirikan dengan subordination proses produksi ke dalam
accumulation of money profits dalam financial system. Penampakan utama
capitalism pada masa ini mencakup establishment of huge industrial cartels
atau monopolies; kepemilikan dan management dari industry oleh
financiers berpisah dari production process; dan pertumbuhan dari
complex system banking, sebuah equity market, dan corporate memegang
capital melalui kepemilikan stock. Tampak meningkat juga industri besar
dan tanah menjadi subject of profit dan loss oleh financial speculators.
Akhir abad 19th juga muncul “marginal revolution” yang meningkatkan
dasar pemahaman ekonomi mencakup konsep-konsep seperti marginalism dan
opportunity cost. Lebih lanjut, Carl Menger menyebarkan gagasan tentang
kerangka kerja ekonomi sebagai opportunity cost dari keputusan yang
dibuat pada margins of economic activity.
Akhir 19th dan awal 20th capitalism juga
disebutkan segagai era “monopoly capitalism,” ditandai oleh pergerakan
dari laissez-faire phase of capitalism menjadi the concentration of
capital hingga mencapai large monopolistic atau oligopolistic holdings
oleh banks and financiers, dan dicirikan oleh pertumbuhan corporations
dan pembagian labor terpisah dari shareholders, owners, dan managers.
Perkembangan selanjutnya ekonomi
menjadi lebih bersifat statistical, dan studi tentang econometrics
menjadi penting. Statistik memperlakukan price, unemployment, money
supply dan variabel lainnya serta perbandingan antar variabel-variabel
ini, menjadi sentral dari penulisan ekonomi dan menjadi bahan diskusi
utama dalam lapangan ekonomi. Pada quarter terakhir abad 19th,
kemunculan dari large industrial trusts mendorong legislation di U.S.
untuk mengurangi monopolistic tendencies dari masa ini. Secara
berangsur-angsur, U.S. federal government memainkan peranan yang lebih
besar dalam menghasilkan antitrust laws dan regulation of industrial
standards untuk key industries of special public concern. Pada akhir
abad 19th, economic depressions dan boom and bust business cycles
menjadi masalah yang tak terselesaikan. Long Depression dari 1870s dan
1880s dan Great Depression dari 1930s berakibat pada nyaris keseluruhan
capitalist world, dan menghasilkan pembahasan tentang prospek jangka
panjang capitalism. Selama masa 1930s, Marxist commentators seringkali
meyakinkan kemungkinan penurunan atau kegagalan capitalism, dengan
merujuk pada kemampuan Soviet Union untuk menghindari akibat dari global
depression.
Macroeconomics mulai dipisahkan dari
microeconomics oleh John Maynard Keynes pada 1920s, dan menjadi
kesepakatan bersama pada 1930s oleh Keynes dan lainnya, terutama John
Hicks. Mereka mendapat ketenaran karena gagasannya dalam mengatasi Great
Depression. Keynes adalah tokoh penting dalam gagasan pentingnya
keberadaaan central banking dan campur tangan pemerintah dalam hubungan
ekonomi. Karyanya “General Theory of Employment, Interest and Money”
menyampaikan kritik terhadap ekonomi klasik dan juga mengusulkan metode
untuk management of aggregate demand. Pada masa sesudah global
depression pada 1930s, negara memainkan peranan yang penting pada
capitalistic system di hampir sebagian besar kawasan dunia. Pada 1929,
sebagai contoh, total pengeluaran U.S. government (federal, state, and
local) berjumlah kurang dari sepersepuluh dari GNP; pada 1970s mereka
berjumlah mencapai sepertiga. Peningkatan yang sama tampak pada
industrialized capitalist economies, sepreti France misalnya, telah
mencapai ratios of government expenditures dari GNP yang lebih tinggi
dibandingkan United States. Sistem economies ini seringkali disebut
dengan “mixed economies.”
Selama periode postwar boom, penampakan
yang luasa dari new analytical tools dalam social sciences dikembangkan
untuk menjelaskan social dan economic trends dari masa ini, mencakup
konsep post-industrial society dan welfare statism. Phase dari
capitalism sejak awal masa postwar hingga 1970s memiliki sesuatu yang
kerap disebut sebagai “state capitalism”, terutama oleh Marxian
thinkers.
Banyak economists menggunakan
kombinasi dari Neoclassical microeconomics dan Keynesian macroeconomics.
Kombinasi ini, yang sering disebut sebagai Neoclassical synthesis,
dominan pada pengajaran dan kebijakan publik pada masa sesudah World War
II hingga akhir 1970s. pemikiran neoclassical mendapat bantahan dari
monetarism, dibentuk pada akhir 1940s dan awal 1950s oleh Milton
Friedman yang dikaitkan dengan University of Chicago dan juga
supply-side economics.
Pada akhir abad 20th terdapat pergeseran
wilayah kajian dari yang semula berbasis price menjadi berbasis risk,
keberadaan pelaku ekonomi yang tidak sempurna dan perlakuan terhadap
ekonomi seperti biological science, lebih menyerupai norma evolutionary
dibandingkan pertukaran yang abstract. Pemahaman akan risk menjadi
signifikan dipandang sebagai variasi price over time yang ternyata lebih
penting dibanding actual price. Hal ini berlaku pada financial
economics dimana risk-return tradeoffs menjadi keputusan penting yang
harus dibuat.
Masa postwar boom yang lama berakhir
pada 1970s dengan adanya economic crises experienced mengikuti 1973 oil
crisis. “stagflation” dari 1970s mendorong banyak economic commentators
politicians untuk memunculkan neoliberal policy diilhami oleh
laissez-faire capitalism dan classical liberalism dari abad 19th,
terutama dalam pengaruh Friedrich Hayek dan Milton Friedman. Terutama,
monetarism, sebuah theoretical alternative dari Keynesianism yang lebih
compatible dengan laissez-faire, mendapat dukungan yang meningkat
increasing dalam capitalist world, terutama dibawah kepemimpinan Ronald
Reagan di U.S. dan Margaret Thatcher di UK pada 1980s.
Area perkembangan yang paling pesat
kemudian adalah studi tentang informasi dan keputusan. Contoh pemikiran
ini seperti yang dikemukakan oleh Joseph Stiglitz. Masalah-masalah
ketidak-seimbangan informasi dan kejahatan moral dibahas disini seperti
karena mempengaruhi modern economic dan menghasilkan dilema-dilema
seperti executive stock options, insurance markets, dan Third-World debt
relief.
0 comments
Post a Comment