Pages

pendapatan nasional

Pendapatan Nasional Sejarah Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Wednesday 26 July 2006

Selamat tinggal Independensi BPS

Suara Karya melaporkan:
Seusai bertemu dengan Menko Perekonomian Boediono, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan berencana mengubah metode pengukuran angka kemiskinan. Katanya, pengubahan metode pengukuran itu dimaksudkan untuk memperkuat validitas data yang dihasilkan, jika dibandingkan dengan penggunaan metode sebelumnya.

Memperkuat validitas data atau memperbaiki citra pemerintah? Sulit mengetahui yang sebenarnya. Yang jelas, kita harus mengucapkan selamat tinggal pada BPS yang independen.

Tuesday 25 July 2006

Kredibilitas Perkiraan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan sulit mencapai target 5,9 persen. Begitu pernyataan Chatib Basri, pengamat ekonomi dari LPEM UI yang juga menjadi staf ahli Menko Perekonomian.

Pesimisme yang sama juga diungkapkan Bank Indonesia dengan memperkirakan ekonomi hanya tumbuh maksimal 5,7 persen tahun ini. IMF yang biasanya over-estimate kali ini malah memprediksi ekonomi tumbuh lebih rendah lagi yaitu 5,2 persen.

Tetapi Menko Perekonomin Boediono rupanya masih 'keukeuh' di angka 5,9 persen, meski Boediono mengakui sendiri bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini masih berat.

Sedikit catatan. Dengan fakta ekonomi hanya tumbuh 4,6 persen pada kuartal pertama, maka untuk mencapai pertumbuhan 5,9 persen tahun ini, dibutuhkan pertumbuhan rata-rata 6,33 persen selama tiga kuartal sisanya. Apa mungkin?

Mari kita tunggu siapa yang lebih kredibel. Paling tidak, sampai BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua pada 15 Agustus 2006 nanti.

Monday 24 July 2006

Iklim Investasi vs ORI

Jasso Winarto, Pengamat Pasar Modal dari Sigma Research Institute, menyatakan:
Penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) oleh pemerintah bisa menggairahkan iklim investasi di dalam negeri yang kini lesu. Pemodal bisa memanfaatkan dana ke instrumen investasi dengan return bagus dan tanpa risiko.

Berbicara mengenai investasi portfolio, siapapun seharusnya tidak punya alasan untuk menyatakan iklim investasi portfolio sedang lesu, apalagi oleh seorang pengamat pasar modal. Investor di pasar finansial saat ini sedang berpesta pora meraup untung, memanfaatkan kebijakan suku bunga tinggi yang masih dianut Bank Indonesia. Angka investasi portfolio pun pada tahun 2006 meningkat tinggi, yang kemudian mendongkrak kinerja pasar modal dan pasar uang.

Kalau yang si pengamat maksud adalah iklim investasi riil seperti pembangunan pabrik, maka benar adanya bahwa investasi memang sedang lesu. Data mendukung pernyataan tersebut. Tetapi pertanyaannya, apakah penerbitan ORI ada hubungannya dengan upaya menggairahkan investasi riil? Sulit untuk mengatakan Iya.

ORI adalah bentuk investasi portfolio, tidak merepresentasikan investasi riil. Suku bunga tinggi adalah surga bagi investor portfolio, tapi neraka bagi investor sektor riil. Jika digeneralisir, kesimpulan bisa tidak konsisten dengan argumennya.

Thursday 13 July 2006

Teroris ekonomi

Antara melaporkan:
Harga minyak menyentuh posisi tertinggi baru di atas 78 dolar AS per barel di perdagangan Asia. Penyebab utamanya adalah serangan militer Israel terhadap Libanon.
Selama ini, kenaikan harga minyak telah menjadi ancaman paling menakutkan bagi ekonomi dunia. Pun negara penghasil minyak yang sangat besar seperti Indonesia tidak luput dari dampak buruk kenaikan tersebut.

Berbeda dengan resiko aksi teroris yang hanya menghancurkan satu gedung/kafe dan membunuh ratusan orang dalam sekejap, kenaikan harga minyak dapat membunuh jutaan orang secara perlahan. Sayangnya aksi militer seperti di atas, yang sering menjadi biang kerok kenaikan harga minyak, seolah-olah menjadi hal biasa dan bisa dimengerti.

Padahal itu adalah aksi teror yang sangat nyata, dan pelakunya sangat pantas dicap sebagai 'teroris ekonomi'.

Monday 10 July 2006

Mengapa Rupiah menguat?

Sejak awal tahun, Rupiah terus menguat terhadap Dolar AS. Fundamental membaik atau hanya karena dolar kurang diminati? Bisa jadi dua-duanya. Tetapi grafik ini mungkin bisa sedikit memberi gambaran.

sumber data

Wednesday 5 July 2006

Investasi membaik?

BKPM kemarin melaporkan, realisasi investasi Indonesia semester pertama 2006 masih tumbuh tinggi 12,12 persen. Laporan tersebut dikutip oleh sejumlah media dan memberi kesan seakan-akan Indonesia telah semakin baik di mata investor. Benarkah?

Mari kita balik ke belakang. Sekitar tiga bulan yang lalu, BKPM melaporkan data sejenis dengan periode yang lebih pendek yaitu realisasi investasi pada kuartal pertama 2006 (Januari–Maret). Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa realisasi investasi tumbuh tinggi sekitar 41,39 persen. Lebih detilnya di sini.

Poinnya, pertumbuhan investasi semester pertama 2006 jauh lebih rendah dari pertumbuhan kuartal pertama 2006. Ini berarti, selama tiga bulan terakhir (April-Juni), pertumbuhan investasi justru tumbuh negatif sekitar 26 persen. Sebuah angka yang sebenarnya sangat mengkhawatirkan.


Satu hal lagi. Laporan BKPM yang menyatakan investasi kuartal pertama meningkat 41.4 persen ternyata cenderung bias ke atas (lebih tinggi dari sebenarnya). Data resmi BPS (laporan GDP) menunjukkan bahwa 'investasi bisnis' kuartal pertama 2006 justru anjlok 8,2 persen.

Dengan data tersebut, tampaknya sulit untuk menyatakan kinerja investasi di Indonesia semakin baik.