Pages

pendapatan nasional

Pendapatan Nasional Sejarah Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Thursday 30 November 2006

Rakyat oh Rakyat (dua)

Minyak tanah langka. Bukan berita baru, karena ini sudah merupakan fenomena lumrah semenjak SBY-JK memimpin negeri ini. Yang baru hanyalah penyebab kelangkaan kali ini terungkap jelas yaitu kuota yang hampir habis (menurut pejabat Pertamina)

Kita tentu akan bertanya, kenapa tidak ditambah saja kuotanya. Bukankah itu akan menyelesaikan masalah? Untuk tambahan 1 juta kilo liter lagi saja seharusnya tidak menjadi beban besar bagi APBN. Masih lebih rendah daripada keuntungan yang diperoleh pemerintah dari selisih harga minyak mentah asumsi APBN dengan harga pasaran.
Pemerintah sebenarnya mau saja menambah. Hanya persoalannya, pemerintah suka berpikir rumit ketika ingin menolong rakyat. Berbeda dengan cara perpikir ketika ingin membebaninya.

Menkeu Sri Mulyani, misalnya, kemarin menyatakan: Jika ingin menambah kuota minyak tanah bersubsidi, Pertamina harus menyampaikan realisasi dan verifikasi terlebih dahulu. Pembayaran subsidi juga harus diaudit dulu, dll.

Rumit dan sulit sekali. Kenapa tidak ditambah saja dulu, baru belakangan diaudit dan diverifikasi. Rakyat sekarang sedang menderita dan sangat butuh distribusi minyak tanah.

Tolonglah rakyat terlebih dahulu. Biarlah audit mengaudit menjadi urusan pemerintah dengan Pertamina nanti.

Thursday 9 November 2006

Rakyat oh Rakyat

Tahun lalu memang tahun pahit bagi rakyat. Subsidi BBM yang membengkak, akibat kenaikan harga minyak dunia, terpaksa dipotong hampir seluruhnya. Harga BBM pun naik tidak tanggung-tanggung, lebih dari 100 persen. Harga produk lain melonjak. Daya beli rakyat merosot drastis. Kemiskinan meningkat.

Pahit!

Tapi barangkalii benar apa kata orang. Setelah kepahitan sering ada manisnya. Akhir-akhir ini, harga minyak dunia cenderung terus turun. Untuk BBM bersubsidi seperti Premium, selisih harga subsidi dan harga pasar sudah sangat tipis sekali, atau bahkan mungkin sudah tidak ada. Harga Pertamax (oktan tinggi) saja sudah Rp 4.850 per liter, sangat dekat dengan harga BBM Premium bersubsidi (oktan rendah) Rp 4.500 per liter.

Artinya, jika harga minyak dunia turun sedikit lagi, besar kemungkinan harga BBM Premium akan diputuskan turun. Logikanya, pemerintah rasa-rasanya tidak mungkin tega mengambil selisih harga pasar dan subsidi (harga pasar dikurangi harga subsidi). Derita rakyat akibat ulah pemerintah tahun lalu sudahlah cukup. Kini harusnya pemerintah membiarkan rakyatnya menikmati selisih tersebut, meskipun sedikit.

Namun nampaknya rakyat harus gigit jari dan membuang jauh angan-angan tersebut. Harga minyak belum turun saja, Menkeu Sri Mulyani sudah mewanti-wanti tidak akan menurunkan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat ini. Katanya, paling cepat Semester Kedua tahun 2007, berbarengan dengan revisi budget. Itupun masih bergantung pada Keputusan Presiden, dll.

Entahlah, kenapa Sri Mulyani berpikir sangat ruwet dan mencari beribu alasan hanya untuk "sedikit sekali" menyenangkan hati rakyatnya. Sungguh sebuah cara berpikir yang sangat bertolak belakang dengan cara berpikir ketika menaikkan harga BBM tahun lalu (cara sangat pintas). Mungkinkah ini yang namanya ketidakadilan?

Rakyat oh rakyat...