Pages

pendapatan nasional

Pendapatan Nasional Sejarah Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Thursday 26 April 2007

Trik Mendandani Angka

Depkeu memprediksi ekonomi kuartal pertama 2007 tumbuh antara 5,7 - 5,9 %. Sri Mulyani pun menyatakan ekonomi on track. Kenapa? Katanya, karena angka tersebut lebih tinggi dibanding angka kuartal pertama 2006 yang hanya 5%.

Perbandingan kuartal yang sama memang merupakan metode yang masuk akal. Biasanya itu dilakukan analis untuk men-adjust siklus musim. Tapi angka pertumbuhan yang dimaksud merupakan angka pertumbuhan YoY, yang sebenarnya telah di-adjust musiman. Jadi, jika dibandingkan kembali, justru akan menjadi redundant dan menyesatkan.

Sebagai bekas analis dan peneliti, Sri Mulyani harusnya sangat paham akan metode ini. Hanya saja kondisi sebenarnya adalah, dengan prediksi 5,7-5,9%, pertumbuhan ekonomi berarti tidak melanjutkan tren meningkat seperti dua kuartal sebelumnya. Jika ini diungkap, tentu akan menurunkan pamor pemerintah, khususnya Sri Mulyani sebagai Menkeu. Dengan alasan itulah, Sri Mulyani akhirnya menggunakan pembanding yang lebih rendah (Q1-2006).

Sebuah trik mendandani angka. Nampaknya Sri Mulyani rajin membaca buku”How to lie with statistics”.

18 ribu pada 2030 = Mengulang Periode Memprihatinkan

25 tahun terakhir, kemajuan yang dicapai Indonesia dari sisi Income per capita cukup memprihatinkan. Paling buruk di antara Malaysia, China, Vietnam, Thailand dan Korea. Pada periode 1980-2005, Indonesia hanya mencatat kenaikan income per capita sekitar 4,5 kali. Padahal Malaysia berlipat sebanyak 4,9 kali. Thailand 6,3 kali. Vietnam 7,2 kali. Korea 8,6 kali. China bahkan mencapai 16,1 kali.

Tentunya, Indonesia menginginkan adanya perbaikan dalam 25 tahun ke depan. Tidak lagi mengulangi pengalaman buruk yang terjadi pada 25 tahun sebelumnya. Nah, kebetulan baru-baru ini, Yayasan Indonesia Forum meluncurkan visi Indonesia 2030. Dalam visi tersebut, Income per capita Indonesia diproyeksikan mencapai US$ 18 ribu pada 2030.

Pertanyaannya, seandainya visi ini tercapai, apakah Indonesia dapat dikatakan telah lebih baik?

Jika dihitung, angka US$ 18 ribu pada 2030 ternyata hanya sekitar 4,5 kali dari income perkapita tahun 2005 (US$ 4.04 ribu). Dengan kata lain, jika visi tersebut benar terjadi, Indonesia justru mengulang periode memprihatinkan pada 25 tahun sebelumnya.

Tapi anehnya, koq banyak kalangan, bahkan Presiden SBY sendiri menyatakan visi itu terlalu berani ya?

Monday 23 April 2007

Bukan Target Ambisius

19 tahun dari sekarang, Pemerintah menargetkan angka kemiskinan Indonesia sudah di bawah 5%. Secara statistik, target tersebut setara dengan penurunan rata-rata 0,64% per tahun. Dan.. data historis menunjukkan ini bukan target yang terlalu ambisius.

Antara tahun 2000-2005 saja, Indonesia mencatat penurunan angka kemiskinan rata-rata 0,62% per tahun. Padahal pada periode tersebut, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan diklaim dalam kondisi yang sangat buruk.

Jika kemudian Kwik Kien Gie sangat skeptis akan tercapainya target tersebut, ini justru patut disyukuri. Harapannya, keragu-raguan Kwik Kien Gie akan mendorong pemerintah untuk mencari formula yang lebih baik untuk menolong si miskin. Tidak lagi hanya dengan membagikan uang seperti program BLT.

Thursday 19 April 2007

Beban APBN sesungguhnya

Akan banyak yang tidak suka, jika pemerintah terus menerus meminjam uang ke luar negeri. Bunganya memang rendah. Pinjaman IDA (International Development Asisstance) Bank Dunia, misalnya, hanya dikenakan bunga antara 0 sampai 2 persen.

Yang tidak disukai adalah berbagai prasyarat yang mengharuskan si kreditor terlibat jauh dalam urusan teknis proyek, seperti dalam penunjukkan konsultan, dsbnya. Entah ini hal yang wajar atau tidak. Tapi yang jelas, penolakan terjadi karena proyek utang luar negeri dinilai kerap memberi keuntungan besar bagi si pemberi utang.

Gelombang penolakan tersebut rupanya dimanfaatkan betul oleh Meneg PPN/KaBappenas Paskah Suzetta untuk berkampanye. Hari ini, dalam konferensi pers usai Spring Meeting dengan World Bank dan IMF, Paskah menyatakan utang luar negeri Indonesia 2007 berkurang 16 triliun rupiah.

Menyejukkan memang. Tapi dari sisi beban negara, bukankah utang dalam negeri juga ikut ditanggung APBN? Jawabnya ya, dan nilainya terus meningkat. Penurunan stok utang luar negeri justru bukan hal aneh karena pemerintah beberapa tahun terakhir telah merubah kebiasaan meminjam dari luar negeri menjadi ke dalam negeri.


Tabel Perubahan Stok Utang

Pinjaman luar negeri memang turun, tetapi penurunannya masih lebih rendah dari tambahan pinjaman dari dalam negeri. Konsekuensinya, beban pembayaran bunga di APBN terus meningkat. Ini lah yang tidak diungkap.

Singkat kata, kampanye penurunan stok utang luar negeri memang sangat baik secara politis, tetapi beban APBN yang sesungguhnya adalah total utang dalam dan luar negeri. Utang tetap saja utang. Dari mana pun sumbernya, APBN tetap harus menanggung bunganya.

Mimpi Indonesia yang dibenci China

Pertumbuhan ekonomi sepuluh persen? Bagi Indonesia, itu hanya ada dalam cerita mimpi. Untuk mencapai tujuh persen saja, pemerintah katanya harus bekerja EXTRA keras dan mencari berbagai langkah terobosan. Apalagi sepuluh persen?

Tapi bagi China, pertumbuhan 10% merupakan hal biasa, seperti halnya yang terjadi empat tahun terakhir. Malahan belakangan ini, pertumbuhan sebesar itu menjadi sesuatu yang tidak disukai. Konon katanya ekonomi China bisa overheating.

Saking tidak sukanya, ketika BPS China siang tadi mengumumkan ekonomi triwulan pertama tumbuh 11,1%, kepala BPS China menyertakan kata ”turut prihatin”. Rupanya, pertumbuhan di atas 10 persen di sana diperlakukan layaknya bencana.

Huhhh… andai 11,1% itu terjadi di Indonesia…

Hanya Rajin Ngutang

Kegiatan utang mengutang Indonesia dari hasil menulis obligasi negara telah mencapai 46 triliun rupiah sepanjang tahun ini. Angka tersebut rupanya sudah melebihi separo dari kebutuhan setahun. Padahal tahun ini baru menginjak bulan keempat.

Entah untuk apa uang tersebut. Yang dibelajakan pun nyatanya juga tidak banyak. Dari catatan Dirjen Perbendaharaan Negara, uang pemerintah yang dibelanjakan dalam tiga bulan pertama 2007 baru terealisasi 15%. Lebih rendah dari target 25%.

Sepertinya pemerintah terlalu rajin ngutang, tapi agak malas membelanjakannya.

Sunday 15 April 2007

Ekonomi 2007: Investasi cerah?

Gambaran awalnya menunjukkan demikian. BKPM mencatat pada triwulan pertama tahun ini, PMA naik 15% dan PMDN naik 61%. Memang masih kurang meyakinkan seperti kata Faisal Basri berikut:

...Berdasarkan daftar proyek berskala besar yang disetujui, ternyata hanya dua proyek PMA yang benar-benar baru, yaitu industri pengilangan minyak dan gas senilai 4,4 miliar dollar AS di kota Batam dan industri komponen bahan bangunan senilai 25 juta dollar AS di kabupaten Halmehera Utara. Proyek pertama tergolong sangat besar tapi sejauh ini tak terdengar gemanya dalam pemberitaan. Adapun PMA lainnya kebanyakan proyek alih status dan hampir seluruhnya perkebunan kelapa sawit...


Gambaran yang lebih meyakinkan adalah data yang dikeluarkan Asosiasi Semen Indonesia. Konsumsi semen nasional pada kuartal pertama 2007 naik 8,8%, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2006 yang hanya mencapai 1,6%.

Data konsumsi semen malah lebih menggambarkan pergerakan investasi, karena porsi terbesar (70%) investasi bruto dalam GDP adalah investasi bangunan, bukan investasi bisnis seperti yang dicatat BKPM. Jadi, cukup cerah!