Pages

pendapatan nasional

Pendapatan Nasional Sejarah Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Saturday 23 October 2004

Daya Magis Stock Split

*| Phone Nuryadin

Selama tiga tahun terakhir, stock split banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Tetapi banyak fenomena yang harus dipahami pelaku pasar dibalik tindakan tersebut.

Menurut teori keuangan tradisional, stock split hanyalah salah satu bentuk corporate action yang sifatnya kosmetik dan administratif. Berbeda dengan corporate action lainnya, tindakan tersebut tidak terkait sama sekali dengan kinerja dan cashflow, sehingga praktis tidak akan merubah kekayaan perusahaan. Ketika melakukan stock split, perusahaan sama saja dengan menerbitkan saham baru dan membagi-bagikannya kepada pemegang saham lama secara proporsional. Sederhananya, kertas yang ada di tangan si pemegang saham hanya akan bertambah banyak, tetapi nilai keseluruhannya tetap sama.

Misalnya suatu perusahaan, sebut saja PT. ABC, melakukan stock split 2:1 (two for one). Sebelum split, harga pasar (market price) PT. ABC sebesar Rp 5 per lembar dengan jumlah lembar saham sebesar 100 lembar dan total nilai perusahaan adalah Rp 500 (Rp 5 x 100 lembar). Setelah split 2:1 dilakukan, jumlah saham akan meningkat menjadi 200 lembar. Tetapi karena tindakan tersebut tidak terkait dengan perubahan ekspektasi cashflow perusahaan, maka total nilai perusahaan akan tetap sama yaitu sebesar Rp 500. Akibatnya, harga saham teoritis akan turun menjadi setengah kali harga saham sebelum split yaitu Rp 250 per lembar.

Di BEJ, baik pada hari pengumuman maupun sehari setelah pengumuman split, terjadi abnormal return yang signifikan. Artinya, pelaku pasar cenderung bereaksi positif dengan melakukan aksi beli pada saham yang di-split. Padahal, seperti dijelaskan sebelumnya, stock split hanyalah cosmetic event yang tidak berpengaruh pada future cashflow perusahaan. Investor tidak rasional?

Ada beberapa penjelasan dibalik fenomena tersebut:
  1. Saham yang di-split biasanya memiliki harga yang sudah terlalu tinggi. Pemecahan saham akan membuat harga saham lebih terjangkau, sehingga berpotensi meningkatkan likuiditas.
  2. Tindakan split biasanya merupakan suatu signal dari emiten akan adanya peningkatan kinerja pada beberapa waktu ke depan.