Pages

pendapatan nasional

Pendapatan Nasional Sejarah Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Wednesday 27 December 2006

Skenario mimpi pertumbuhan ekonomi

Bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen pada tahun 2007?

Pusat Penelitian Ekonomi LIPI (Mahmud Thoha & Maxensius Tri Sambodo) punya skenarionya:
Untuk mencapai pertumbuhan sebesar itu, maka diperlukan rasio investasi terhadap PDB sekitar 30 persen. Jadi nilai PDB riil 2007 diperkirakan Rp 1.967 triliun, karena itu nilai investasi yang dibutuhkan sekitar Rp590 triliun. Padahal nilai realisasi PMDN dan PMA hingga Oktober 2006 baru mencapai Rp55 triliun

Jika dilihat dari angka-angka dalam urutan argumen Mahmud Thoha tersebut, jelas ini merupakan skenario mimpi. Katakanlah realisasi PMA dan PMDN secara keseluruhan di tahun 2006 sebesar Rp 65 triliun, maka untuk mencapai skenario pertumbuhan 2007, investasi haruslah tumbuh 808 persen. Sesuatu yang hampir mustahil terjadi dan bahkan mungkin tak layak diungkapkan.

Namun demikian, besar kemungkinan skenario mimpi ini muncul karena peneliti LIPI melupakan beberapa hal berikut:

Pertama, Investasi nominal di BKPM tidak bisa diperbandingkan dengan investasi riil di neraca PDB, harus apple to apple.

Kedua, investasi bruto yang dalam neraca PDB bukan semuanya investasi bisnis (seperti yang tercermin dari PMA dan PMDN), tetapi justru sebagian besar merupakan investasi bangunan. Fakta ini penting karena yang dibicarakan PPE-LIPI tampaknya adalah investasi bisnis.

Ketiga, investasi bisnis nominal yang tercatat di neraca PDB tidak semuanya tercatat oleh BKPM, sehingga angka investasi di BKPM jauh lebih rendah.

Wednesday 20 December 2006

Pelajaran dari Thailand

Pemerintahan Thailand memang amatiran, begitu penilaian Donald Gimbel. Itu karena tiga hari lalu, pemerintah Thailand mengunci deposito valas sebesar 30% dan harus disimpan dalam jangka satu tahun. Jika tidak, pemilik modal harus rela kehilangan sepertiga uangnya.

Saham di Thailand Stock Exchange pun rontok. Untungnya sehari kemudian, pemerintah Thailand mengecualikan kebijakannya terhadap valas untuk investasi saham. Saham memang kembali meningkat, tetapi kredibilitas pemerintahan dan Bank Sentral telah keburu anjlok. Memang amatir!

Indonesia pastinya tidak akan gegabah mengikuti kebijakan amatir seperti Thailand. Depkeu dan Bank indonesia sejak awal telah mewanti-wanti akan mempertahankan kebijakan keuangan saat ini.

Namun barangkali hal yang perlu dicontoh adalah semangat mulia di balik kebijakan amatir pemerintahan Thailand. Pertama, pemerintah Thailand ingin menghentikan apresiasi Baht karena sangat memukul eksportir. Dengan kata lain, instrumen kurs digunakan untuk menolong eksportir. Kedua, pemerintah Thailand ingin mengantisipasi volatilitas Baht dengan membatasi pembalikan modal secara spontan, yang dua tahun terakhir membanjiri Thailand .

Dua hal tersebut nampaknya masih luput dari perhatian pengambil kebijakan Indonesia. Padahal Indonesia sebenarnya serupa dengan Thailand. Rupiah setahun terakhir juga terus menguat (meski sedikit lebih rendah dari Baht) dan harusnya mengurangi daya saing ekspor. Hot money juga membanjiri Indonesia melalui investasi portfolio dan pada gilirannya mengancam stabilitas (ketika ditarik kembali).

Thursday 14 December 2006

Ekspor berjaya, siapa bintangnya

Di antara produk dengan nilai ekspor lebih dari US$ 100 juta per bulan, ekspor Karet ternyata tumbuh paling tinggi, yang kemudian disusul Besi Baja dan Batubara.

Dari 10 komoditas yang menjadi bintang ekspor, hanya satu yang merupakan produk manufaktur yaitu Kendaraan Bermotor untuk jalan raya. Selebihnya merupakan komoditi primer, yang lebih banyak meningkat karena membaiknya harga komoditi tersebut di pasar internasional.


Ekspor produk manufaktur seperti pakaian, kain tekstil, perabotan, mesin listik, dll tumbuh di bawah rata-rata.

Ini harus menjadi catatan, karena Indonesia tentu tidak bisa terus mengandalkan komoditi primer untuk membuat ekspor berjaya. Tidak selamanya harga komoditi membaik. Tidak selamanya pula komoditi primer bisa menjadi bintang.

Sunday 10 December 2006

Kemiskinan Akibat Beras?

Kemiskinan yang meningkat pada tahun 2006 ternyata sebagian besar akibat kenaikan harga beras 33%, bukan karena harga BBM 143%. BBM dinilai tidak banyak berpengaruh karena telah dikompensasi dengan program BLT. Begitu temuan Worldbank.

Benarkah?

Bagi pemerintah, temuan tersebut tentu menjadi pujian bahwa ternyata keputusan menaikkan harga BBM tahun 2005 samasekali tidak membuat masyarakat menjadi miskin. Ini sejalan dengan hasil riset LPEM-UI yang pernah menjadi kontroversi beberapa waktu lalu.

Memang agak sulit untuk mengkritik temuan Worldbank tersebut karena harus dilakukan sedikit riset tandingan. Tetapi jika kita mulai dengan melihat data historis hubungan antara harga beras dan kemiskinan di Indonesia, rasanya sulit untuk menerima kesahihan riset tersebut.














Pada Feb 2005, harga beras juga meningkat tinggi dibanding tahun sebelumnya yaitu sekitar 20 persen, tetapi kemiskinan toh menurun 0,7 persen. Padahal pertumbuhan ekonomi Feb 2005 juga relatif sama dengan Mar 2006 (bahkan lebih rendah). Kenaikan harga BBM 143% (meski setelah kompensasi BLT) justru lebih pantas dicurigai sebagai penyebab, karena kenaikan besar-besaran hanya terjadi pada tahun 2005.

Singkat kata, kenaikan harga beras memang menyebabkan kemiskinan. Tetapi apakah menjadi penyebab utama kemiskinan (mengecilkan dampak kenaikan harga BBM)? Rasanya tidak.

Sumber data: BPS & BULOG

Tuesday 5 December 2006

Konsensus Ekonomi 2006 & 2007

Pertumbuhan ekonomi sampai kuartal ketiga 2006 sekitar 5,14 persen. Berdasarkan konsensus para analis, pertumbuhan keseluruhan 2006 akan mencapai 5,4 persen. Dalam arti lain, pertumbuhan ekonomi kuartal keempat diprediksi sekitar 6,18 persen. Bagaimana dengan 2007?

Untuk tahun 2007, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan lebih baik sekitar 6 persen. Ekspor memang diprediksi tidak akan sebaik tahun ini, karena ekonomi dunia 2007 yang diprediksi melambat. Bahkan lantaran ekonomi dunia yang memburuk ini, HSBC Asia berani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2007 hanya 4,8 persen.

Namun demikian, hampir semua analis sepakat bahwa tren penurunan SUKU BUNGA akan menjadi sumber utama perbaikan ekonomi 2007. Suku bunga rendah diyakini akan mendorong peningkatan domestic demand (investasi dan konsumsi swasta) yang selama ini tersendat.

Forecaster

2006

2007

Andalan Advisindo

5.4%

6.4%

PEMERINTAH

5.8%

6.3%

BII

5.5%

6.2%

Business Monitor Intl

5.0 %

6.2%

Danareksa

5.5%

6.2%

WorldBank

5.5%

6.2%

Ing Group NV

5.5%

6.0%

Lippobank

5.3%

6.0%

CIMB-GK Securities

5.2%

6.0%

Standard Chartered

5.5%

6.0 %

ANZ Bank

-

6.0 %

Umar Juoro

5.5 %

6.0 %

Faisal Basri

-

6.0 %

IMF

5.2 %

6.0 %

BANK INDONESIA

5.5 %

6.0 %

Bank of America

5.5%

5.9%

Mandiri Securities

5.4%

5.9%

Nomura Securities

5.4%

5.9%

Bahana Securities

5.4%

5.8%

Forecast Ltd

5.3%

5.8%

Chatib Basri

5.4 5.6%

5.8 6.3%

DBS Group

5.2%

5.7%

Capital Economics Ltd

5.3%

5.6%

Action Economics

5.3%

5.5%

HSBC Asia

5.1%

4.8%

Median

5.4%

6.0 %

Note: Actual Growth 2006 (Q1-Q3) = 5,14 %

Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan & Pengangguran

Jika pada tahun ini angka kemiskinan meningkat dan pertumbuhan ekonomi melambat, itu adalah hal yang wajar. Pasalnya ekonomi memperoleh beban berat akibat kenaikan harga BBM yang sangat tinggi akhir tahun lalu. Yang aneh justru, mengapa angka pengangguran menurun?

Sebagian mungkin telah dijawab oleh Rasyad di sini.



Sumber data: BPS

Monday 4 December 2006

Investasi Anjlok, Lapangan kerja bertambah

TAHUN INI, ekonomi boleh saja tumbuh lebih rendah. Kalangan industri juga boleh saja mengeluh dengan kenaikan segala macam biaya. Kalangan perbankan juga boleh kecewa karena pertumbuhan kredit yang sangat rendah. Tapi TAHUN INI merupakan tahun paling menggembirakan bagi para penganggur.

BPS kemarin mengumumkan bahwa sejak Nov 2005 sampai Agustus 2006, jumlah penganggur terbuka berkurang sekitar 1 juta orang. Atau secara presentase, angka pengangguran berkurang dari 11,24 persen menjadi 10,28 persen.

Ini tentu merupakan pencapaian yang fantastis, di tengah kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dan di tengah pertumbuhan investasi yang sangat parah. Data BPS menunjukkan bahwa investasi bisnis sampai Januari-September 2006 justru anjlok 16 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Apa artinya? Tanpa investasi pun, pemerintah ternyata masih bisa menciptakan lapangan kerja yang sangat besar. Hebat sekali dan tentunya SELAMAT untuk satu juta pengaggur yang telah mulai bekerja.